Selasa, Maret 17, 2009

Tradisi Miyos Gongso dan Riwayat Gamelan Sekaten

Menjelang tengah malam, kedua perangkat Gamelan Pusaka Sekaten, Kyai Gunturmadu dan Kyai Nogowilogo mulai dipersiapkan untuk selanjutnya dipindahkan menuju Pagongan di Masjid Gedhe. Prosesi pemindahan dikawal oleh 2 bregada prajurit Keraton, yaitu Bregada Prajurit Mantrijero dan Bregada Prajurit Patangpuluh, para Panji dari semua bregada prajurit Keraton, serta sejumlah abdi dalem setingkat Bupati, baik abdi dalem Keprajan maupun abdi dalem Punokawan.

Tepat pukul 11 malam, iring-iringan Kirab Miyos Gongso dimulai dalam suasana khidmat, dari pintu gerbang atau Regol Brojonolo, keluar dari lingkungan Keraton menuju Masjid Gedhe, melalui Supit Urang, Sitihinggil, Pagelaran dan Alun-alun. Sebelum mencapai 2 pohon beringin kurung di tengah Alun-alun, iring-iringan akan membelok ke barat, langsung menuju Regol Masjid Gedhe.

Keberadaan kedua perangkat Gamelan Pusaka Sekaten, Kyai Gunturmadu dan Kyai Nogowilogo, tidak terlepas dari sejarah kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Tengah, sejak jaman Kasultanan Demak hingga berdirinya Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Pada sekitar tahun 1400 Saka, Kerajaan Majapahit jatuh akibat serangan balatentara Demak di bawah pimpinan Raden Patah. Tiga tahun kemudian, pada Tahun 1403 Saka, berdirilah Kasultanan Demak. Raden Patah bertahta dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar.

Sebagai pusat kekuasaan baru, Kasultanan Demak mewarisi sisa-sisa kekayaan Majapahit, termasuk Gamelan Pusaka Kyai Sekar Delima. Gamelan Pusaka ini kemudian dipergunakan untuk melengkapi Gamelan Sekaten. Sejak saat itulah terdapat sepasang Gamelan Pusaka Sekaten. Satu perangkat diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang bernama Kyai Sekati. Satu perangkat lagi merupakan warisan Kerajaan Majapahit, yang kemudian diberi nama Nyai Sekati. Kedua perangkat gamelan Pusaka inilah yang selalu diperdengarkan dalam keramaian Sekaten.

Seiring dengan jatuh dan berdirinya pusat-pusat kekuasaan di Jawa, tradisi Sekaten beserta kedua perangkat gamelannya juga menjadi pusaka yang diwariskan secara turun-temurun. Sejak keruntuhan Kasultanan Demak, tradisi ini diwarisi oleh Kasultanan Pajang, dan dilanjutkan oleh Dinasti Mataram Islam sejak jaman Kotagede, Kerta, Plered, hingga Kartasura dan Surakarta.

Pasca peristiwa Palihan Nagari pada tahun 1755 yang membagi Dinasti Mataram Islam menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, sebagaimana wilayah-wilayah kekuasaan, pusaka-pusaka pun kemudian dibagi dua untuk masing-masing Keraton. Termasuk Gamelan Pusaka Sekaten yang merupakan warisan jaman Kasultanan Demak.

Kasunanan Surakarta mewarisi Gamelan Pusaka Kyai Sekati, sementara Gamelan Pusaka Nyai Sekati diwarisi oleh Kasultanan Yogyakarta. Mengingat Gamelan Pusaka Sekaten bersifat sepasang, maka masing-masing Keraton kemudian mutrani atau membuat duplikat Gamelan Pusaka yang tidak dimilikinya. Dengan demikian, maka Keraton Kasultanan Yogyakarta kemudian memiliki sepasang Gamelan Pusaka Sekaten, yaitu Nyai Sekati dan duplikat Kyai Sekati. Pasangan gamelan yang disempurnakan kembali pada jaman Sri Sultan Hamengku Buwono I itu, kemudian diberi nama baru. Gamelan Pusaka Nyai Sekati diberi nama baru Kyai Gunturmadu, sementara duplikat Gamelan Pusaka Kyai Sekati diberi nama Kyai Nogowilogo. Gunturmadu mengandung arti “turunnya anugerah“, sedangkan Nogowilogo memiliki makna “ kemenangan perang yang lestari”.

Sementara itu di sekitar Masjid Gedhe, meski dalam suasana gerimis, ribuan masyarakat telah menanti kedatangan iring-iringan Kirab Miyos Gongso. Dan menjelang tengah malam, kedua perangkat Gamelan Pusaka Sekaten sampai di pintu gerbang atau Regol Masjid Gedhe. Setelah dilakukan upacara serah terima, bersama seluruh pengiringnya, kedua perangkat Gamelan Pusaka Sekaten langsung dibawa menuju Pagongan.

Bregada Prajurit Mantrijero, mengawal Gamelan Pusaka Kyai Gunturmadu menuju Pagongan di sebelah selatan. Sementara Bregada Prajurit Patangpuluh, mengawal Gamelan Pusaka Kyai Nogowilogo menuju Pagongan di sebelah Utara.

Pagongan adalah sebuah bangunan berbentuk panggung, yang secara khusus dipergunakan untuk menempatkan sekaligus memperdengarkan Gamelan Pusaka Sekaten pada setiap bulan Maulud. Sebagaimana Gamelan Pusaka Sekaten, bangunan Pagongan juga berjumlah sepasang, yang terletak di halaman depan Masjid Gedhe, pada sisi utara dan selatan. Gamelan Pusaka Kyai Gunturmadu selalu ditempatkan di Pagongan sebelah selatan, sementara Gamelan Pusaka Kyai Nogowilogo ditempatkan di Pagongan sebelah utara.

Di kedua bangunan Pagongan ini, kedua perangkat Gamelan Pusaka tersebut akan diperdengarkan terus-menerus setiap hari selama sepekan, kecuali pada waktu-waktu sholat dan pada malam Jum’at sampai dengan setelah Sholat Jum’at.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar